Aku pernah berfikir untuk apa sekolah itu, kadang juga aku tak mengerti
dengan tujuan sebenarnya sekolah, tak mengerti pemikiran para guru juga
muridnya..
setahuku sekolah itu tempat untuk menimba ilmu, mencari tahu apa yang
belum diketahui dan lainnya, tapi pada kenyataannya tak begitu, mereka
yang bersekolah hanya untuk mencari ijazah, atau bahkan hanya pelarian
dari rumah saja, dan kebanyakan yang aku lihat disekelilingku mereka
hanya meneruti tuntutan dari orang tua, ya… aku termasuk pada golongan
itu, tapi aku tidak pernah merasa terbebani dengan tuntutan itu, untukku
sekolah itu hal yang sangat menyenangkan karena dapat bertemu orang
lain selain keluarga dan tetangga. Waktu masih kecil dulu Ibuku
menginginkan aku menjadi seorang guru karena itu cita-cita beliau yang
tidak tercapai, aku tentu mau, sebab itu cita-citaku juga. dalam
pandanganku guru adalah sosok yang sangat luar biasa dan sungguh
pekerjaannya mulia sekali, aku sangat teramat mengidolakan sang guru,
baik itu guru madrasahku ataupun, sekolah dasarku, terlebih guru
ngajiku.
Ahh tapi itu dulu, saat aku belum banyak mengerti. Dan sekarang, tahukah
teman tentang pandangan terhadap sosok yang aku idolakan itu? menurutku
mereka selalu pilih kasih terhadap muridnya, ya aku akui tidak semua
guru seperti itu tapi mayoritasnya memang seperti yang aku katakana
tadi!.
mereka hanya melirik murid kesayangannya, ya tentu saja orang-orang yang
berotak. Mungkin ucapanku berlebihan, tepatnya mungkin, guru-guru
sangat membedakan sipintar dan sibodoh itu.
Coba bayangkan teman, fenomena yang sering aku jumpai di sekolah-sekolah
yaitu: anak berotak yang akan di utus untuk mewakili sekolah mengikuti
lomba olimpiade, dia mendapat arahan atau biasa disebut tambahan
pelajaran dari guru mata pelajaran tersebut setiap hari menjelang hari
lomba itu sampai si anak benar-benar mahir, ya jelas saja dia yang
berotak semakin terisi otaknya, semakin pintar.
Nah bagaimana dengan mereka yang biasa saja? Menurutku mungkin mereka
sering merasa di acuhkan, atau sekalinya di ajak bicara untuk mendengar
nasihati agar si bodoh lebih giat belajar, terlebih guru lebih suka
membandingkan dengan si pintar. Jelas saja mereka yang biasa saja akan
merasa jengkel. Dan ketika sedang belajar, yang mereka pikirkan bukan
rumus-rumus yang berjejer di papan tulis, melainkan hal lain, karena
bagi mereka, menurut bahasaku berkata begini: “ah ga usah pusing-pusing,
toh yang akan di Tanya si A lagi si A lagi”
Aku berkata begini tidak untuk memojokkan siapapun. Dulu ketika aku
duduk di sekolah dasar aku selalu di anak emaskan oleh para guru-guru,
dan jujur aku merasa tak nyaman sama sekali, karena sering juga aku
mendengar gunjingan dari teman-teman yang mungkin kesal padaku atau
gurunya. Dan sekarang aku merasakan hal yang mereka rasakan dulu.
Pernah kejadian lagi ketika pemilihan murid yang akan diikut sertakan
dalam olimpiade Biologi, yang terpilih bukanlah pakar atau ahli biologi
melainkan si anak yang pernah mengikuti olimpiade matematika itu,
padahal sebagian anak kelas tahu bahwa ada yang lebih pintar biologinya
dari anak yang terpilih itu, tapi karena guru yang tahunya hanya si A,
untuk olimpiade lain pun ia tetap memilih si A. jika semua guru seperti
itu, bagaimana dengan anak yang mereka pandang biasa saja? Padahal di
dalamnya memiliki bakat yang tak kalah dengan anak kesayangannya. Ahh
aku berharap hanya beberapa guru saja yang begitu.
Semua yang aku katakana di atas tadi tak merubah sedikitpun niat untuk
menjadi seorang guru. Bahkan aku bertekad untuk menjadi guru yang
professional, bukan hanya datang on time atau melaksanakan tugasnya
dengan baik sebagai guru. Tapi aku akan menjadi guru professional yang
mengerti semua sifat anak didikku, agar mereka tak merasa sia-sia datang
ke sekolah, juga aku tak mau membandingkan si pintar dan si bodoh, aku
akan menyamakannya! Aku ingin menjadi pahlawan tanpa tanda jasa yang
disayangi murid-muridnya itu
Tidak ada komentar:
Posting Komentar