WELCOME TO MY WORLD, I'M WRITING FOR EXPRESS NOT IMPRESS.

Senin, 03 September 2012

Guru Profesional

Aku pernah berfikir untuk apa sekolah itu, kadang juga aku tak mengerti dengan tujuan sebenarnya sekolah, tak mengerti pemikiran para guru juga muridnya..
setahuku sekolah itu tempat untuk menimba ilmu, mencari tahu apa yang belum diketahui dan lainnya, tapi pada kenyataannya tak begitu, mereka yang bersekolah hanya untuk mencari ijazah, atau bahkan hanya pelarian dari rumah saja, dan kebanyakan yang aku lihat disekelilingku mereka hanya meneruti tuntutan dari orang tua, ya… aku termasuk pada golongan itu, tapi aku tidak pernah merasa terbebani dengan tuntutan itu, untukku sekolah itu hal yang sangat menyenangkan karena dapat bertemu orang lain selain keluarga dan tetangga. Waktu masih kecil dulu Ibuku menginginkan aku menjadi seorang guru karena itu cita-cita beliau yang tidak tercapai, aku tentu mau, sebab itu cita-citaku juga. dalam pandanganku guru adalah sosok yang sangat luar biasa dan sungguh pekerjaannya mulia sekali, aku sangat teramat mengidolakan sang guru, baik itu guru madrasahku ataupun, sekolah dasarku, terlebih guru ngajiku.
Ahh tapi itu dulu, saat aku belum banyak mengerti. Dan sekarang, tahukah teman tentang pandangan terhadap sosok yang aku idolakan itu? menurutku mereka selalu pilih kasih terhadap muridnya, ya aku akui tidak semua guru seperti itu tapi mayoritasnya memang seperti yang aku katakana tadi!.
mereka hanya melirik murid kesayangannya, ya tentu saja orang-orang yang berotak. Mungkin ucapanku berlebihan, tepatnya mungkin, guru-guru sangat membedakan sipintar dan sibodoh itu.
Coba bayangkan teman, fenomena yang sering aku jumpai di sekolah-sekolah yaitu: anak berotak yang akan di utus untuk mewakili sekolah mengikuti lomba olimpiade, dia mendapat arahan atau biasa disebut tambahan pelajaran dari guru mata pelajaran tersebut setiap hari menjelang hari lomba itu sampai si anak benar-benar mahir, ya jelas saja dia yang berotak semakin terisi otaknya, semakin pintar.
Nah bagaimana dengan mereka yang biasa saja? Menurutku mungkin mereka sering merasa di acuhkan, atau  sekalinya di ajak bicara untuk mendengar nasihati agar si bodoh lebih giat belajar, terlebih guru lebih suka membandingkan dengan si pintar. Jelas saja mereka yang biasa saja akan merasa jengkel. Dan ketika sedang belajar, yang mereka pikirkan bukan rumus-rumus yang berjejer di papan tulis, melainkan hal lain, karena bagi mereka, menurut bahasaku berkata begini: “ah ga usah pusing-pusing, toh yang akan di Tanya si A lagi si A lagi”
Aku berkata begini tidak untuk memojokkan siapapun. Dulu ketika aku duduk di sekolah dasar aku selalu di anak emaskan oleh para guru-guru, dan jujur aku merasa tak nyaman sama sekali, karena sering juga aku mendengar gunjingan dari teman-teman yang mungkin kesal padaku atau gurunya. Dan sekarang aku merasakan hal yang mereka rasakan dulu.
Pernah kejadian lagi ketika pemilihan murid yang akan diikut sertakan dalam olimpiade Biologi, yang terpilih bukanlah pakar atau ahli biologi melainkan si anak yang pernah mengikuti olimpiade matematika itu, padahal sebagian anak kelas tahu bahwa ada yang lebih pintar biologinya dari anak yang terpilih itu, tapi karena guru yang tahunya hanya si A, untuk olimpiade lain pun ia tetap memilih si A. jika semua guru seperti itu, bagaimana dengan anak yang mereka pandang biasa saja? Padahal di dalamnya memiliki bakat yang tak kalah dengan anak kesayangannya. Ahh aku berharap hanya beberapa guru saja yang begitu.
Semua yang aku katakana di atas tadi tak merubah sedikitpun niat untuk menjadi seorang guru. Bahkan aku bertekad untuk menjadi guru yang professional, bukan hanya datang on time atau melaksanakan tugasnya dengan baik sebagai guru. Tapi aku akan menjadi guru professional yang mengerti semua sifat anak didikku, agar mereka tak merasa sia-sia datang ke sekolah, juga aku tak mau membandingkan si pintar dan si bodoh, aku akan menyamakannya! Aku ingin menjadi pahlawan tanpa tanda jasa yang disayangi murid-muridnya itu

Tidak ada komentar:

Posting Komentar